Kredit Pajak

Kredit Pajak
sumber gambar: Deskera Content Team

Apa saja Pajak yang Dapat dikreditkan oleh PPh Orang Pribadi?

Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, kredit pajak merupakan jumlah pembayaran pajak yang telah dibayar oleh Wajib Pajak pada awal periode pajak. Dapat diartikan bahwa kredit pajak merupakan akumulasi dari pajak yang dipotong/dipungut oleh pihak lain dan sudah dikurangi dengan semua pajak terutang, meskipun ada penghasilan luar negeri yang dikenakan pajak. Wajib Pajak dapat mengkreditkan pajak yang telah dipungut untuk mengurangi jumlah pajak terutang pada akhir tahun.

 

Jenis-jenis Kredit Pajak Yang Dapat Dikreditkan

Setelah jumlah pajak yang terutang diketahui, Wajib Pajak dapat mengkreditkan pajak yang telah dipungut untuk mengurangi jumlah pajak terutang pada akhir tahun.

Berdasarkan ketentuan Pasal 28 UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah menjadi UU Nomor 36 Tahun 2008 atau dikenal dengan UU PPh. Berikut ini adalah jenis kredit pajak yang berlaku:

  1. PPh Pasal 21 pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan, jasa atau kegiatan. Seperti: PPh atas gaji pegawai tetap, pensiunan, PPh atas upah pegawai tidak tetap, jasa yang diberikan kepada bukan pegawai, dan pembayaran kepada peserta kegiatan.
  2. PPh Pasal 22 terkait dengan pembayaran/pemungutan pajak atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor ataupun kegiatan usaha bidang lainnya. Seperti: Pemungutan PPh oleh pemerintah atas pengadaan/pembelian barang, pemungutan atas instansi pemerintah atas pengadaan/pembelian barang, Pemungutan PPh oleh ATPM/APM/Importir atas penjualan kendaraan bermotor, PPh atas impor, ekspor.
  3. PPh Pasal 23 terkait dengan pemotongan pajak atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, dan imbalan jasa, namun pengecualian untuk pemotongan PPh yang bersifat final tidak diperbolehkan menjadi pengurang.
  4. PPh Pasal 24 pajak yang dibayar atau terutangnya pajak atas penghasilan dari luar negeri yang boleh dikreditkan. Pengkreditan PPh yang telah dipotong di luar negeri dengan memperhatikan batas maksimum kredit pajak luar negeri. Perhitungan tersebut harus dihitung untuk mengetahui berapa batas maksimum PPh pasal 24 yang dapat dijadikan sebagai pengurang PPh terutang.
  5. PPh Pasal 25 terkait dengan pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri (angsuran pajak) dalam tahun berjalan, maka angsuran yang telah dibayar tersebut dapat menjadi pengurang pajak terutang pada akhir tahun.
  6. PPh Pasal 26 ayat (5) terkait dengan pemotongan pajak penghasilan atas subjek pajak luar negeri yang menjadi subjek pajak dalam negeri atau menjadi badan usaha tetap (BUT) yang tidak bersifat final.

 

Informasi tambahan:

Sedangkan yang sudah dikenakan pajak yang bersifat final untuk segala bentuk penghasilan, tidak boleh dianggap/diperlakukan sebagai kredit pajak.

Dan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan peraturan perpajakan tidak diperbolehkan dikreditkan bersama pajak terutang, dan tidak bisa menjadi pengurang untuk perhitungan SPT Tahunan.

 

Jenis Pajak Yang Tidak Dapat Dikreditkan

PPh Pasal 4 Ayat 2/PPh Final merupakan pajak penghasilan atas jenis penghasilan tertentu yang bersifat final dan tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan terutang.

Istilah final yang dimaksud adalah bahwa pemotongan pajaknya hanya dilakukan sekali dalam sebuah masa pajak dengan pertimbangan kemudahan, kesederhanaan, kepastian, pengenaan pajak yang tepat waktu serta pertimbangan lainnya.

 

Contoh Perhitungan Kredit Pajak

PPh Terutang                                                        Rp300 juta

Kredit Pajak:

-Pemungutan pajak oleh pihak lain (PPh Pasal 22)    Rp30juta

-Pemotongan pajak dari modal (PPh Pasal 23)          Rp60juta

-Kredit pajak luar negeri (PPh Pasal 24)                   Rp80juta

-Pembayaran pajak sendiri (Pph Pasal 25)                Rp40juta(+)      

Jumlah PPh yang dapat dikreditkan                       Rp210juta(-)

PPh Terutang yang masih harus dibayar                Rp90 juta

 

Cara Menggunakan Kredit Pajak

Wajib Pajak yang sudah membayar atau dipotong pajak penghasilan serta memiliki kelebihan pembayaran/pemotongan pajak penghasilan, dapat digunakan untuk mengurangi PPh terutang tahun pajak yang bersangkutan.

  1. Jika Kurang Bayar

Apabila PPh terutang sudah dikurangkan dengan kredit pajak dan ternyata hasilnya masih terdapat sisa PPh terutang, maka Wajib Pajak harus membayarkan PPh yang masih terutang tersebut.

PPh kurang bayar tersebut harus dilunasi sebelum pelaporan SPT Tahunan dan paling lambat sesuai batas akhir penyampaian SPT.

  1. Jika Lebih Bayar

Setelah PPh terutang dikurangi dengan kredit pajak hasilnya justru jumlah kredit pajak lebih besar, maka Wajib Pajak berhak mengakui kelebihan bayar tersebut ke DJP.

Sesuai ketentuan dalam pasal 17B ayat (1) UU No.28 Tahun 2007 yaitu tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) DJP yang akan melakukan pemeriksaan kelebihan pembayaran PPh sebelum dikembalikan dengan menghitung utang pajak beserta sanksi-sanksinya.

Sebelum dilakukan pengembalian lebih bayar pajak pemeriksaan dilakukan untuk memastikan kebenaran material atas besarnya PPh yang terutang, dan untuk memeriksa keakuratan bukti-bukti pungutan dan pemotongan pajak serta bukti pembayaran pajak yang dilakukan WP sendiri selama satu tahun pajak.

 

Apa saja Pajak yang Dapat dikreditkan oleh PPh Badan?

Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) merupakan kewajiban tahunan bagi Wajib Pajak Badan dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Untuk menentukan besarnya PPh Badan terutang, Wajib Pajak Badan atau BUT harus menentukan penghasilan kena pajaknya, yang diperoleh dari penghasilan dan dikurangi biaya-biaya yang diperkenankan oleh Undang-Undang perpajakan. Setelah menentukan pajak yang terutang, jumlah pajak terutang dapat dikurangi dengan kredit pajak. Kredit pajak merupakan pajak-pajak yang sebelumnya telah dipotong atau dipungut oleh pihak lain atau disetor sendiri oleh Wajib Pajak.

 

Jenis Kredit Pajak PPh Badan yang dapat dikreditkan

Melihat pada Pasal 28 Undang-Undang PPh, Wajib Pajak Badan atau BUT dapat mengkreditkan pajak dibawah ini dalam menghitung penghasilan kena pajak. Antara lain jenis pajak yang termasuk dalam kredit pajak dalam negeri:

  1. PPh Pasal 22 berkaitan dengan pemungutan pajak atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor barang atau kegiatan usaha di bidang lain.

Pada PPh Pasal 22 Ayat (1) dijelaskan yang dimaksud merupakan badan baik dari pemerintahan maupun swasta, seperti kegiatan usaha produksi barang tertentu antara lain otomotif, kertas dan semen.

  1. PPh Pasal 23 berkaitan dengan pemotongan pajak atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, serta imbalan jasa lainnya.

Pemotongannya dilakukan atas imbalan jasa yang diterima oleh Wajib Pajak Badan atau BUT dikenakan tarif sebesar 2% sehubungan dengan sewa atas penggunaan harta selain tanah dan bangunan atau telah dikenai PPh sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2).

Wajib Pajak Badan yang menerima imbalan sehubungan dengan bunga, royalti, atau hadiah serta penghargaan telah dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15%. Dilakukan dengan non final, sehingga dapat dikreditkan, serta PPh Pasal 23 dapat dikreditkan pada tahun pajak sama dengan tahun pajak pada saat diterbitkannya bukti pemotongan PPh Pasal 23.

  1. PPh Pasal 24 berkaitan dengan penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang diperoleh wajib pajak dalam negeri yang boleh dikreditkan.

Besarnya ditentukan berdasarkan jumlah yang paling sedikit, seperti: jumlah PPh yang seharusnya terutang, dibayar, ataupun dipotong di luar negeri dengan memperhatikan ketentuan dalam P3B, terdapat dalam hal P3B yang telah berlaku efektif, jumlah PPh Luar Negeri dan jumlah tertentu yang telah dihitung menurut perbandingan antara penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di luar negeri terhadap Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan PPh terutang atas PKP, paling tinggi sebesar yang terutang tersebut.

  1. PPh Pasal 25 berkaitan dengan pembayaran yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak (angsuran pajak).

Angsuran PPh Pasal 25 yang dihitung berdasarkan data SPT tahunan pada tahun sebelumnya, setelah dikurangi dengan PPh yang sudah dipotong atau dipungut oleh pihak lain dan kredit pajak lainnya, lalu kemudian dibagi 12 bulan dalam setahun masa pajak.

  1. PPh Pasal 26 ayat (5) berkaitan dengan pemotongan pajak atas subjek pajak luar negeri yang menjadi subjek pajak dalam negeri yang tidak bersifat final, sehingga pemotongan pajak tersebut dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan.