Resiko Terlambat Lapor SPT Tahunan Badan
Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) merupakan sesuatu yang wajib dilaporkan oleh setiap wajib pajak dalam bentuk perhitungan dan/atau pembayaran pajak, penghasilan, harta, objek pajak, atau kewajiban pajak lainnya. Pelaporan ini bersifat wajib sehingga apabila terlambat atau tidak melapor akan dikenakan sanksi.
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, batas waktu pelaporan SPT Tahunan Badan paling lambat 4 bulan setelah akhir tahun pajak atau 31 April. Jika pelaporan atau penyampaian SPT Tahunan melewati batas akhir yang telah ditentukan, wajib pajak akan dikenakan sanksi seperti yang telah dijelaskan dalam Pasal 7 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP) “Wajib Pajak Badan yang telat menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp1.000.000 (satu juta rupiah)”.
Apabila telat melaporkan SPT Tahunan, wajib pajak tidak dapat langsung membayar sanksi atas keterlambatan tersebut. Wajib pajak akan mendapatkan Surat Tagihan Pajak (STP) yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Pelaporan SPT Tahunan ini yang sebelumnya dilakukan melalui aplikasi e-SPT, kini seluruh Wajib Pajak diarahkan untuk melakukan pelaporan melalui e-form yang dapat langsung diakses melalui laman DJP Online.
Sebagaimana hal ini tercantum dalam pengumuman yang telah diterbitkan oleh Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) PENG-5/PJ.09/2022 terkait pengalihan saluran pelaporan SPT Tahunan melalui aplikasi e-SPT menjadi e-form dan e-filing.
Kategori Wajib Pajak Badan
Wajib pajak badan merupakan badan usaha yang melakukan pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan pemungutan pajak. Wajib pajak badan ini memiliki hak dan kewajiban dalam perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dilansir dari klikpajak, wajib pajak badan dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yakni:
- Badan
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha, meliputi Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap, serta bentuk badan usaha lainnya.
- Joint Operation (JO)
Joint Operation (JO) merupakan bentuk kerjasama operasi, yaitu perkumpulan dua badan atau lebih yang bergabung untuk menyelesaikan proyek. Bentuk kerja sama operasi dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak atas nama bentuk kerja sama operasi. Penggabungan bersifat sementara hingga proyek selesai.
JO bukan merupakan subjek pajak dan pengenaan PPh atas penghasilan proyek tersebut dikenakan pada masing-masing badan anggota JO sesuai dengan bagian penghasilan yang diterimanya.
- Kantor Perwakilan Perusahaan Asing
Wajib Pajak perwakilan dagang asing atau kantor perwakilan perusahaan asing (representative office/liasion office) yang didirikan untuk mengurus kepentingan di Indonesia yang bukan Bentuk Usaha Tetap (BUT).
- Bendahara
Bendahara pemerintah bertugas membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dan diwajibkan melakukan pemotongan atau pemungutan pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan jasa serta pembayaran lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
- Penyelenggara Kegiatan
Pihak selain Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam 4 kategori Wajib Pajak Badan di atas, adalah yang melakukan pembayaran imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan dan diwajibkan melakukan pemotongan pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Referensi:
Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP)
klikpajak