WE LISTEN, AND WE DON’T JUDGE: Inilah Alasan Mengapa Kantor Pajak Memblokir Rekening Anda

Hello rekan Akuntanmu,
Pemblokiran rekening oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sering kali mengejutkan, terutama bagi mereka yang merasa belum mendapat pemberitahuan yang memadai. Namun, perlu dipahami bahwa langkah ini bukan diambil tanpa alasan. DJP memiliki prosedur yang jelas dan alasan kuat untuk melakukan pemblokiran rekening sebagai bagian dari upaya memastikan kewajiban pajak dapat terlunasi.
Sebagai penanggung pajak, kita memiliki tanggung jawab besar untuk menyelesaikan kewajiban pajak kita sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penanggung pajak sendiri mencakup individu atau badan hukum yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak dan jika tidak memenuhi kewajiban ini, DJP berhak untuk melakukan tindakan tegas seperti pemblokiran rekening.
Tindakan pemblokiran ini dilandasi oleh dasar hukum yang kuat, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP), yang telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2000, serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak. Berdasarkan aturan ini, DJP diberi kewenangan untuk memblokir rekening penanggung pajak yang memiliki utang pajak yang belum dilunasi, khususnya jika ketetapan pajaknya sudah melewati batas waktu yang ditentukan.
Pemblokiran rekening adalah langkah awal untuk menjaga agar aset penanggung pajak tidak digunakan untuk hal lain sebelum kewajiban pajak terlunasi. Pada tahap berikutnya, jika pemblokiran dilanjutkan dengan pemindahbukuan, penanggung pajak berhak mendapatkan sisa saldo rekening yang lebih besar dari utang pajaknya. Prinsip ini menjunjung keadilan, meski dalam konteks penegakan hukum.
Prosedur Pemblokiran Rekening
Proses pemblokiran dimulai dengan permintaan yang diajukan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) kepada bank atau lembaga keuangan tempat rekening penanggung pajak disimpan. Untuk memulai proses ini, KPP harus menyertakan dokumen penting, yaitu:
- Salinan Surat Paksa, sebagai bukti bahwa penanggung pajak sudah menerima pemberitahuan resmi tentang penagihan.
- Salinan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, yang menunjukkan bahwa tahapan penagihan sudah dilakukan.
- Daftar Surat Paksa, yang memuat rincian jumlah utang pajak yang harus dilunasi.
Setelah permintaan pemblokiran diterima, bank atau lembaga keuangan wajib untuk segera membatasi akses rekening sesuai dengan jumlah utang pajak yang tercantum. Mereka juga harus memberikan laporan mengenai saldo dan nomor rekening kepada DJP dalam waktu satu bulan setelah pemblokiran dilakukan.
Jika saldo rekening lebih besar dari utang pajak yang terutang, penanggung pajak berhak mendapatkan kembali sisa saldo tersebut setelah utangnya dilunasi. Dengan demikian, meskipun langkah ini mungkin terasa tegas, hak-hak sebagai penanggung pajak tetap diperhatikan.
Dampak Pemblokiran Rekening
Ketika rekening diblokir, tidak lagi bisa melakukan transaksi, seperti menarik uang atau mentransfer dana. Pembatasan ini akan terus berlaku hingga utang pajak beserta biaya penagihan diselesaikan. Tujuan dari pemblokiran ini adalah untuk memastikan nilai aset Anda tetap utuh dan bisa digunakan untuk memenuhi kewajiban pajak yang tertunggak.
Namun, penting untuk diketahui bahwa pemblokiran rekening ini bisa dihindari jika penanggung pajak proaktif dalam menyelesaikan kewajiban pajaknya. Jika menghadapi kesulitan dalam pelunasan, segera hubungi DJP. Ada berbagai mekanisme yang dapat membantu, termasuk permohonan penundaan atau angsuran pembayaran pajak. DJP juga menyediakan layanan konsultasi untuk membantu merencanakan pembayaran pajak dengan lebih bijaksana.
Alternatif untuk Menghindari Pemblokiran
Pemblokiran rekening sebenarnya adalah langkah terakhir setelah berbagai upaya persuasif dan administratif tidak membuahkan hasil. Oleh karena itu, sangat disarankan agar penanggung pajak memenuhi kewajiban perpajakan mereka tepat waktu dan berkomunikasi dengan DJP jika ada kendala. DJP juga memiliki berbagai kebijakan yang dapat membantu mengelola kewajiban pajak, sehingga pemblokiran rekening bisa dihindari.
Selain pemblokiran rekening, DJP memiliki wewenang untuk mengambil tindakan lain yang lebih tegas, seperti mencegah penanggung pajak bepergian ke luar negeri, menyita aset, atau bahkan melakukan gijzeling (penahanan), jika penanggung pajak terus mengabaikan kewajiban pajaknya. Semua tindakan ini bertujuan untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan.